Makalah FIQIH
MUAMALAH
“Kedudukan
dan fungsi Harta”
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji
syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga kami
mampu menyelesaikan penyusunan makalah . Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugasfiqh muamalah II.
Kami mohon maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang kami perbuat baik sengaja
maupun tidak sengaja dan kami mengharapkan kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal
mungkin.
Kami menyadari sepenuhnya
bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan dengan
baik tanpa bantuan dan dukungan serta semua pihak yang membantu.
Akhir kata kami mengucapkan
terimakasih dan berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua yang
membacanya. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita
semua.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Makassar,
28 Desember 2016
Hormat kami
DAFTAR
ISI
KATAPENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR
ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
a) Latarbelakang.................................................................................................1
b) Rumusan
masalah..........................................................................................2
c) Tujuan.............................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................3
a) Pengertian
Harta.......... ...................................................................................3
b) Fungsi
Harta.... .................................... .............
.............................................5
c) Kedudukan
Harta......... ......................... .........................................................7
d) Pembagian
Harta....................... ........ ............................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................10
a) Kesimpulan.....................................................................................................10
b) Saran..............................................................................................................10
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang Masalah
Dalam
kehidupan umat manusia, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting.
Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta,
manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer,
sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta pula lah akan terjadi
interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia). Sebab harta ini didapat
setelah terjadi hubungan timbal balik antar manusia, atau biasa dikenal dengan kerja
sama. Kerja sama dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, yaitu
harta.
Tidak
ada larangan dalam mencari harta baik
konvensional maupun syariah, semua sama-sama menganjurkan kepada manusia untuk
mencari harta. Harta bagi manusia merupakan dzat yang sangat berharga. Meskipun
terkadang ada sekelompok orang yang tidak menganggap itu berharga karena
mungkin mereka telah memiliki sesuatu yang lebih berharga. Singkatnya,
penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif, tidak mengikat. Sebab tergantung
siapa yang menilainya. Bagi orang miskin, sepeda motor merupakan harta yang
paling berharga. Namun tidak bagi orang kaya. Orang kaya menganggap mobil mewah
lah harta yang paling berharga. Itulah sebabnya mengapa penilaian terhadap
harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut sistem pembagian
harta, dilihat dari subyek yang membaginya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
secara Islami dan konvensional. Dua hal tersebut memiliki kriteria yang
berbeda-beda dalam membagi harta. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang konsep harta dalam fiqih muamalat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa itu harta dan bagaimana pandangan ulama?
2.Bagaimana perspektif harta dalam fiqih muamalat?
3. Bagaimana pembagian/pemilikan harta dan
implikasi hukumnya?
C. Tujuan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu harta dan bagaimana
pandangan ulama terhadap harta.
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif harta
dalam fiqih muamalat.
3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian/pemilikan
harta dan implikasi hukumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Harta
Secara
etimologi harta dalam bahasa Arab yaitu المال yang
asal katanya مال- بميل- ميلا yang berarti
condong, cenderung, atau berpaling dari tengah kesalah satu sisi. Harta
diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara,
baik dalam bentuk materi maupun dalam manfaat.
Sementara
itu, Jumhur Ulama’; harta adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat
dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau yang melenyapkan.
Berdasarkan terminologi ialah:
المال هو ما يميل اليه طبع الإنسان إدخاره الى
وقة الحاجة
Harta adalah sesuatu yang
digandrungi manusia dan dapat dihadirkan (dimanfaatkan) pada saat diperlukan.
(Ibnu Abidin dari golongan Hanafi)
Golongan
Hanafiyah mengaitkan definisi mal. Manfaat, menurut mereka masuk golongan
milik, tidak masuk dengan golongan mal. Mereka membedakan antara mal dengan milik.
Milik adalah suatu yang dapat kita
bertasarruf padanya secara ikthishash,
tidak dicampuri orang lain. karenanya manfaat masuk ke dalam bagian
milik. sedangkan mal, ialah
segala yang dapat disimpan untuk dimanfaatkan diwaktu diperlukan.
Harta adalah sesuatu yang dapat
disimpan dan dapat digunakan ketika dibutuhkan, dan dalam hal ini harta sebagai
suatu hal yang berwujud (a’yan).
Sedangkan harta menurut sebagian ulama ialah :
“sesutau yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu
akan memebrikannya atau akan menyimpannya.”
Dari
hal ini diketahui bahwa suatu hal yang diinginkan oleh manusia berdasar naluri
tabiat kemanusiaannya baik akan disimpan maupun akan dipergunakannya atau
memberikannya. Sehingga dapat
diketahui bahwa sebagian ulama berpandangan bahwa harta adalah sebagai suatu
hal yang ingin dimiliki oleh manusia berdasarkan naluri tabiat kemanusiannya. Dan menurut sebagian ulama yang lain
bahwa yang di maksud harta adalah :
“segala zat (‘ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar di antara
manusia”.
Dengan pengertian ulama yang lain
di atas dapat diambil sebuah ketetapan lain tentang pengertian harta adalah
sebagai zat yang bersifat materi yang berputar dikalangan atau disekitar
manusia dan dalam putarannya diiringi dengan sebuah interaksi. Materi yang
dimaksud disini adalah sebagai materi yang bernilai dan mempunyia sifat yang
dapat diputarkan diantara manusia.
Dari
sekumpulan takrif yang telah dikemukakan oleh para fuqaha, dapatlah kita ambil
kesimpulannya yaitu :
1) Harta (mal) adalah nama bagi yang selain
manusia, yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada
suatu tempat, dapat dilakukan dengan tasharruf dengan jalan ikhtiyar.
Demikian
dikemukakan oleh kitab Al Bahrur Raiq.
2) Benda yang dijadikan harta itu, dapat
dijadikan harta oleh umum manusia atau oleh sebagian mereka.
Demikian
diterangkan oleh kitab Raddul Muhtar.
3) Sesuatu
yang tidak dipandang harta, tidak sah kita menjualnya.
4) Sesuatu
yang dimubahkannya walaupun tidak dipandang harta, seperti sebiji beras, sebiji
beras tidak dipandangi harta walaupun dia boleh dimiliki.
Demikian
diterangkan oleh kitab Raddul Muhtar.
5) Harta itu wajib mempunyai wujud.
Karenanya manfaat tidak masuk ke dalam bagian harta, karena tidak mempunyai
wujud.
6) Benda yang dapat dijadikan
harta, dapat disimpan untuk waktu tertentu, atau untuk waktu yang lama dan
dipergunakan di waktu dia dibutuhkan Dengan ringkas para fuqaha Hanafiyah
menetapkan bahwa dipandang harta hanyalah sesuatu yang bersifat benda, yang
dikatakan a’yan.
B.
Fungsi
Harta
Fungsi
harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik
dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu
berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai beragam
cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati oleh
manusia.
Biasanya
cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang
yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk
kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain.
Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya
memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam
pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan syara’, antara
lain untuk:
1. Kesempurnaan
ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat.
2.Memelihara
dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai kefakiran
mendekatkan kepada kekufuran.
3.Meneruskan
estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisaa’:9).
4.Menyelaraskan
antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:
مَاأَكَلَ أَحَدٌطَعَامًاقَطٌّ خَيْرًامِنْ أَنْ
يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ
( دَاوٗدَكَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى
عن المقدام بن معد يكرب
Artinya:
“tidaklah
seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia
hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan
dari hasil keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)
Dalam
hadist lain dinyatakan:
لَيْسَ
بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ الدُنْيَالاِٰخِرَتِهِ وَلاَاٰخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ
( حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَاجَمِيْعًافَاِنَّ الدُّنْيَابَلاَغٌ إِلَى
اْلاٰخِرَةِ ( رواه البخارى
Artinya:
“bukanlah
orang yang baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah
akhirat, dan meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan
seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia
kepada masalah akhirat” (HR. Bukhari)
3. Bekal
mencari dan mengembangkan ilmu.
4. Keharmonisan
hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan pekerjaan
kepada orang miskin.
5.Untuk
memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
6.
Untuk menumbuhkan silaturrahim.
C.
Kedudukan
Harta
Sebuah hal yang terpenting yang
harus diketahui dalam penggunaan harta adalah keduduakan harta, karena dalam
hal ini sangat penting sekali agar nantinya tidak terjadi sebuah salah dalam
penggunaan harta. Karena harta sangat berperan sekali dalam kehidupan manusia,
hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat multikultural ini sebuah harta
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam interaksi dalam kehidupan.
Dijelaskan dalam al-qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup, hal ini
seperti pada firman Allah
المالُ وَالبَنُوْنَ زِيْنَةُ الحَيَاةِ
الدُنْيَا.
“Harta
dan anak-anak itu merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (QS. Al-Kahfi: 46)
Pada ayat itu diterangkan bahwa
kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan
manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi salah satu kebutuhan yang mendasar
bagi manusia adalah sebuah harta.
Berkenaan dengan harta didalam
al-Qur’an dijelaskan juga larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas
ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta
1. Perkara-perkara yang
merendahkan martabat dan akhlak manusia
2.Perkara-perkara yang merugikan
hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa
perdagangan yang memakai bunga.
3. Penimbunan harta dengan
jalan kikir
4. Aktivitas yang
merupakan pemborosan
5. Memproduksi,
memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti narkotika
dan minuman keras.
D.
Pembagian Harta
Harta
terdiri dari beberapa bagian dan tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan
hukumnya tersendiri. Pembagian jenis
harta ini sebagai berikut:
a. Mal Mutaqawwim yaitu harta yang memiliki manfaat/nilai baik secara
ekonomis maupun syar’i.
مايباح
الانتفاع به شرعا
“Yang
dibolehkan kita memanfaatinya”
b. Mal
Ghairu Mutaqwwim yaitu harta yang tidak memiliki nilai secara syar’i
meskipun mungkin secara ekonomis memiliki nilai.
ما
لا يباح الانتفاع به شرعا
“Yang
tidak dibolehkan kita memanfaatinya”
Pembagian
harta seperti diatas mengakibatkan:
a. Tidak
dibolehkan umat Islam menjadikan harta Ghairu
Mutaqwwim sebagai obyek transaksi. Olehkarena itu, umat islam mengenal
istilah haram mengonsumsi harta-harta tertentu yang tidak diizinkan oleh syara’
untuk dikonsumsi. Itulah harta ghairu
Mutaqwwim.
b. Bebasnya
umat Islam dari tuntutan ganti rugi (sanksi pidana) apabila mereka merusak atau
melenyapkan harta ghairu Mutaqwwim. Alasan
yang mendasari prinsip ini adalah bahwa harta ghairu Mutaqwwim dipandang bukan sebagai harta. sehingga
keberadaannya tidak dianggap sebagai sesuatu yang ada. Ini berlaku harta ghairu Mutaqwwim berada ditangan
orang muslim.
c.Jika
harta ghairu Mutaqwwim berada
ditangan orang kafir, dan dilenyapkan oleh orang muslim, ulama’ berpendapat:
1. Jumhur
Ulama’; berpendapat bahwa ia tetap tidak bernilai harta (ghairu Mutaqwwim),
sehingga umat Islam yang melenyapkan harta tersebut tidak dituntut ganti rugi,
karena ia bukan harta.
2. Ulama’
Madzhab hanafi; berpendapat bahwa harta tersebut Mutaqwwim bagi kafir dzimmi,
sehingga umat Islam yang melenyapkan tetap dituntut ganti rugi.
Berdasarkan segi pemanfaatannya, harta dibagi atas:
a. Harta
Isti’mali
ما
يتحقق الانتفاع باستعماله مرارا مع بقاء عينه
“Sesuatu
yang dimanfaatkan dengan memakainya berulang-ulang kali dalam materi tetap
berpelihara”
ialah
harta yang pemanfaatannya tidak menghabiskan benda tersebut. manfaatnya dapat
diambil dan bendanya masih tetap utuh. (contoh; rumah, lahan pertanian, buku,
dll)
b.
Harta Istihlaki
مايكون
الانتفاع به بخصائصه بحسب المعتاد لايتحقق الا باستهلاكه
“Sesuatu
yang tak dapat diambil manfaat dan kegunaannya secara biasa, melainkan dengan
menghabiskan”
Dimaksudkan
dengan istihlaki, ialah “benda yang dengan sekali kita memakainya,
habislah dia” (contoh makanan, sabun, korek api, dll). Harta yang seperti ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu :harta istihlaki haqiqi dan istihlaki
huquqi. Harta istihlaki haqiqi adalah harta yang sudah dimanfaatkan
kegunaannya dan sudah jelas habis wujudnya. Dengan artian bahwa harta yang seperti ini dalam
pemanfaatannya habis langsung dan tidak membekas.
Sedangkan
istihlaki huquqi adalah harta yang habis ketika digunakan tetapi wujud
dari baarang itu masih atau dengan kata lain hanya berpindah kepemilikan.
seperti mata uang kertas. keluarnya mata uang dari tangan, untuk membayar
hutang umpamanya, dipandang istihlak, dari segi hukum walaupun bendanya masih
utuh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Harta
dalam bahasa Arab disebut al-amaal yang berasal dari kata مَالَ
-
يَمِيْلُ
- مَ يْلاَ yang berarti condong, cenderung, dan miring.Harta
menurut syariat: segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dikuasai,
dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya).
Harta
(mal) adalah nama bagi yang selain manusia, yang ditetapkan untuk kemaslahatan
manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dilakukan dengan tasharruf
dengan jalan ikhtiyar.
2. Sebuah
hal yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta adalah
keduduakan harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya
tidak terjadi sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan
sekali dalam kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat
multikultural ini sebuah harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam
interaksi dalam kehidupan.
B.
Saran
Kami
mohon maaf atas segala kekurangan makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik
Allah semata. Maka dari itu agar sempurnanya makalah ini, kami mohon kritik dan
saran. Atas kritik dan sarannya, kami mengucapkan terima kasih.
Banyak
kekurangan dari makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan, tenaga dan
lainnya yang ada pada diri kami. Karena kekurangan itulah, kami mohon kritik
dan saran baik dari dosen, teman-teman, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Hendi
Suhendi, FiqhMuamalah, Raja Grafindo: Jakarta, 2002
Ø M.
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Logung Pustaka: Yogyakarta, 2009
Ø Qomarul
Huda, Fiqh Muamalah, Teras: Yogyakarta, 2011