Thursday, 29 December 2016

Permintaan Uang Oleh Mankiw Makroekonomi. PDF



 Permintaan Uang Oleh Mankiw Makroekonomi. PDF 
 
 Download Pdf  di sini

Teori Klasik Permintaan Uang
Menurut teori kuantitas uang, (M/P)d = kY, di mana k adalah konstanta mengukur berapa banyak yang orang ingin pegang untuk setiap dolar pendapatan.
Teori Keynesian tentang Permintaan Uang
Lalu kita mengadopsi fungsi permintaan uang yang lebih realistis, di mana permintaan untuk keseimbangan uang riil bergantung pada i dan Y: (M/P)d = L(i, Y).
Teori Portofolio dari Permintaan Uang
Ini menekankan peran uang sebagai penyimpan nilai; orang menyimpan uang sebagai bagian portofolio aset mereka. Intinya : uang memberikan risiko dan pengembalian berbeda dibanding aset lain. Uang memberikan pengembalian nominal aman, sementara investasi lain bisa turun baik secara riil dan nominal. (M/P)d= L (rs, rb, Pe, W), di mana rs adalah pengembalian yang diharapkan di pasar saham, rb adalah pengembalian yang diharapkan pada obligasi, Pe adalah tingkat inflasi yang diharapkan, dan W adalah kekayaan riil.
Teori Transaksi dari Permintaan Uang
Ini menekankan peran uang sebagai media pertukaran; ini menyatakan uang adalah aset yang didominasi dan menekankan orang memegang uang, tak seperti aset lain, untuk melakukan pembelian. Ini menjelaskan mengapa orang memegang ukuran uang yang sempit seperti mata uang atau rekening cek
Model Manajemen Kas Baumol-Tobin
Biaya memegang uang : bunga yang hilang, biaya perjalanan ke bank, dan biaya total bergantung pada jumlah perjalanan N. Salah satu nilai dari N dinotasikan N*, meminimalkan biaya total.
Salah satu implikasi model Baumol-Tobin adalah bahwa setiap perubahan biaya tetap pergi ke bank F mengubah fungsi permintaan uang—yakni, mengubah kuantitas uang yang diminta untuk tingkat bunga dan pendapatan tertentu.
Rumus akar kuadrat model Baumol-Tobin menandakan elastisitas pendapatan dari permintaan uang = ½: kenaikan 10-persen pendapatan akan menimbulkan kenaikan 5-persen permintaan keseimbangan riil. Nyatanya, sebagian besar orang punya elastisitas pendapatan yang lebih besar dari ½ dan elastisitas bunga lebih kecil dari ½. Tapi, jika Anda bayangkan dunia dengan dua jenis orang : pengikut model Baumol-Tobins dengan elastisitas ½. Yang lain punya N tertentu, jadi mereka punya elastisitas pendapatan 1 dan elastisitas bunga 0. Pada kasus ini, permintaan keseluruhan seperti rata-rata tertimbang permintaan kedua kelompok. Elastisitas pendapatan antara ½ dan 1, dan elastisitas bunga antara ½ dan 0– sebagaimana bukti empiris tunjukkan.

Makroekonomi Jumlah uang beredar Mankiw. PDF


 Jumlah uang beredar

Jumlah uang beredar berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Hal ini berarti bahwa semakin meningkat jumlah uang beredar, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin meningkat. jumlah uang beradar berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan dengan hipotesa Keynes, yakni, penawaran uang (Money Supply) memiliki pengaruh positif terhadap output dan pertumbuhan ekonomi. Apabila terjadi kelebihan jumlah uang beredar, Bank Indonesia akan mengambil kebijakan (menurunkan) tingkat suku bunga. Kondisi ini mendorong para investor untuk melakukan investasi, yang pada akhirnya akan menciptakan kenaikan output dan memicu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, permintaan uang akan memiliki hubungan negatif terhadap output, meningkatnya permintaan uang akan berdampak pada peningkatan tingkat suku bunga dan pada akhirnya berakibat pada penurunan output.

Wednesday, 28 December 2016

Makalah FIQIH MUAMALAH “Kedudukan dan fungsi Harta”



Makalah FIQIH MUAMALAH
“Kedudukan dan fungsi Harta”
 







KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
            Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga kami mampu   menyelesaikan  penyusunan makalah . Makalah  ini disusun dalam rangka memenuhi tugasfiqh muamalah II.
            Kami mohon maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang kami perbuat baik sengaja maupun tidak sengaja dan  kami mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan serta semua pihak yang membantu.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua yang membacanya. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


Makassar, 28 Desember 2016


Hormat kami


DAFTAR ISI


KATAPENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
a)         Latarbelakang.................................................................................................1
b)         Rumusan masalah..........................................................................................2
c)         Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
a)         Pengertian Harta.......... ...................................................................................3
b)         Fungsi Harta.... .................................... ............. .............................................5
c)         Kedudukan Harta......... ......................... .........................................................7
d)         Pembagian Harta....................... ........ ............................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................10
a)         Kesimpulan.....................................................................................................10
b)         Saran..............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11


BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan umat manusia, harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting. Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan kehidupan dunia. Dengan harta, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari mulai dari yang primer, sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta pula lah akan terjadi interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia). Sebab harta ini didapat setelah terjadi hubungan timbal balik antar manusia, atau biasa dikenal dengan kerja sama. Kerja sama dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, yaitu harta.
Tidak ada larangan dalam mencari harta baik konvensional maupun syariah, semua sama-sama menganjurkan kepada manusia untuk mencari harta. Harta bagi manusia merupakan dzat yang sangat berharga. Meskipun terkadang ada sekelompok orang yang tidak menganggap itu berharga karena mungkin mereka telah memiliki sesuatu yang lebih berharga. Singkatnya, penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif, tidak mengikat. Sebab tergantung siapa yang menilainya. Bagi orang miskin, sepeda motor merupakan harta yang paling berharga. Namun tidak bagi orang kaya. Orang kaya menganggap mobil mewah lah harta yang paling berharga. Itulah sebabnya mengapa penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut sistem pembagian harta, dilihat dari subyek yang membaginya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara Islami dan konvensional. Dua hal tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam membagi harta. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang konsep harta dalam fiqih muamalat.


B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu harta dan bagaimana pandangan ulama?
2.Bagaimana perspektif harta dalam fiqih muamalat?
3. Bagaimana pembagian/pemilikan harta dan implikasi hukumnya?

C.   Tujuan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu harta dan bagaimana pandangan ulama terhadap  harta.
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif harta dalam fiqih muamalat.
3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian/pemilikan harta dan implikasi hukumnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Harta
Secara etimologi harta dalam bahasa Arab yaitu المال yang asal katanya مال- بميل- ميلا  yang berarti condong, cenderung, atau berpaling dari tengah kesalah satu sisi. Harta diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam manfaat.
Sementara itu, Jumhur Ulama’; harta adalah sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau yang melenyapkan.
Berdasarkan terminologi ialah:
المال هو ما يميل اليه طبع الإنسان إدخاره الى وقة الحاجة
Harta adalah sesuatu yang digandrungi manusia dan dapat dihadirkan (dimanfaatkan) pada saat diperlukan. (Ibnu Abidin dari golongan Hanafi)
Golongan Hanafiyah mengaitkan definisi mal. Manfaat, menurut mereka masuk golongan milik, tidak masuk dengan golongan mal. Mereka membedakan antara mal dengan milik.
Milik adalah suatu yang dapat kita bertasarruf padanya secara ikthishash, tidak dicampuri orang lain. karenanya manfaat masuk ke dalam bagian milik. sedangkan mal, ialah segala yang dapat disimpan untuk dimanfaatkan diwaktu diperlukan.
Harta adalah sesuatu yang dapat disimpan dan dapat digunakan ketika dibutuhkan, dan dalam hal ini harta sebagai suatu hal yang berwujud (a’yan). Sedangkan harta menurut sebagian ulama ialah :
sesutau yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memebrikannya atau akan menyimpannya.”
Dari hal ini diketahui bahwa suatu hal yang diinginkan oleh manusia berdasar naluri tabiat kemanusiaannya baik akan disimpan maupun akan dipergunakannya atau memberikannya. Sehingga dapat diketahui bahwa sebagian ulama berpandangan bahwa harta adalah sebagai suatu hal yang ingin dimiliki oleh manusia berdasarkan naluri tabiat kemanusiannya. Dan menurut sebagian ulama yang lain bahwa yang di maksud harta adalah :
segala zat (‘ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar di antara manusia”.
Dengan pengertian ulama yang lain di atas dapat diambil sebuah ketetapan lain tentang pengertian harta adalah sebagai zat yang bersifat materi yang berputar dikalangan atau disekitar manusia dan dalam putarannya diiringi dengan sebuah interaksi. Materi yang dimaksud disini adalah sebagai materi yang bernilai dan mempunyia sifat yang dapat diputarkan diantara manusia.
Dari sekumpulan takrif yang telah dikemukakan oleh para fuqaha, dapatlah kita ambil kesimpulannya yaitu :
1)    Harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia, yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dilakukan dengan tasharruf dengan jalan ikhtiyar.
Demikian dikemukakan oleh kitab Al Bahrur Raiq.
2)    Benda yang dijadikan harta itu, dapat dijadikan harta oleh umum manusia atau oleh sebagian mereka.
Demikian diterangkan oleh kitab Raddul Muhtar.
3)  Sesuatu yang tidak dipandang harta, tidak sah kita menjualnya.
4)  Sesuatu yang dimubahkannya walaupun tidak dipandang harta, seperti sebiji beras, sebiji beras tidak dipandangi harta walaupun dia boleh dimiliki.
Demikian diterangkan oleh kitab Raddul Muhtar.
5) Harta itu wajib mempunyai wujud. Karenanya manfaat tidak masuk ke dalam bagian harta, karena tidak mempunyai wujud.
6) Benda yang dapat dijadikan harta, dapat disimpan untuk waktu tertentu, atau untuk waktu yang lama dan dipergunakan di waktu dia dibutuhkan Dengan ringkas para fuqaha Hanafiyah menetapkan bahwa dipandang harta hanyalah sesuatu yang bersifat benda, yang dikatakan a’yan.

B.   Fungsi Harta
Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai beragam cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati oleh manusia.
Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan syara’, antara lain untuk:
1. Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat.
2.Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.
3.Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah (QS. An-Nisaa’:9).
4.Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW. Bersabda:

             مَاأَكَلَ أَحَدٌطَعَامًاقَطٌّ خَيْرًامِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَاِنَّ نَبِيَّ اللهِ

( دَاوٗدَكَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى عن المقدام بن معد يكرب

Artinya:
“tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba)
Dalam hadist lain dinyatakan:

                                        لَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تَرَكَ الدُنْيَالاِٰخِرَتِهِ وَلاَاٰخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ 

              ( حَتَّى يُصِيْبَ مِنْهُمَاجَمِيْعًافَاِنَّ الدُّنْيَابَلاَغٌ إِلَى اْلاٰخِرَةِ ( رواه البخارى

Artinya:
“bukanlah orang yang baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah akhirat, dan meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, melainkan seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia dapat menyampaikan manusia kepada masalah akhirat” (HR. Bukhari)
3. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.
4. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
5.Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
6. Untuk menumbuhkan silaturrahim.


C.   Kedudukan Harta
Sebuah hal yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta adalah keduduakan harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya tidak terjadi sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan sekali dalam kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat multikultural ini sebuah harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam interaksi dalam kehidupan. Dijelaskan dalam al-qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup, hal ini seperti pada firman Allah
المالُ وَالبَنُوْنَ زِيْنَةُ الحَيَاةِ الدُنْيَا.
“Harta dan anak-anak itu merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (QS. Al-Kahfi: 46)
Pada ayat itu diterangkan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Jadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia adalah sebuah harta.
Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-larangan yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi harta
1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia
2.Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
3. Penimbunan harta dengan jalan kikir
4.  Aktivitas yang merupakan pemborosan
5.  Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang terlarang seperti narkotika dan minuman keras.


D.   Pembagian Harta
Harta terdiri dari beberapa bagian dan tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:
a. Mal Mutaqawwim yaitu harta yang memiliki manfaat/nilai baik secara ekonomis maupun syar’i.
مايباح الانتفاع به شرعا
“Yang dibolehkan kita memanfaatinya”
b. Mal Ghairu Mutaqwwim yaitu harta yang tidak memiliki nilai secara syar’i meskipun mungkin secara ekonomis memiliki nilai.
ما لا يباح الانتفاع به شرعا
“Yang tidak dibolehkan kita memanfaatinya”
Pembagian harta seperti diatas mengakibatkan:
a. Tidak dibolehkan umat Islam menjadikan harta Ghairu Mutaqwwim sebagai obyek transaksi. Olehkarena itu, umat islam mengenal istilah haram mengonsumsi harta-harta tertentu yang tidak diizinkan oleh syara’ untuk dikonsumsi. Itulah harta ghairu Mutaqwwim.
b. Bebasnya umat Islam dari tuntutan ganti rugi (sanksi pidana) apabila mereka merusak atau melenyapkan harta ghairu Mutaqwwim. Alasan yang mendasari prinsip ini adalah bahwa harta ghairu Mutaqwwim dipandang bukan sebagai harta. sehingga keberadaannya tidak dianggap sebagai sesuatu yang ada. Ini berlaku harta ghairu Mutaqwwim berada ditangan orang muslim.
c.Jika harta ghairu Mutaqwwim berada ditangan orang kafir, dan dilenyapkan oleh orang muslim, ulama’ berpendapat:
1. Jumhur Ulama’; berpendapat bahwa ia tetap tidak bernilai harta (ghairu Mutaqwwim), sehingga umat Islam yang melenyapkan harta tersebut tidak dituntut ganti rugi, karena ia bukan harta.
2. Ulama’ Madzhab hanafi; berpendapat bahwa harta tersebut Mutaqwwim bagi kafir dzimmi, sehingga umat Islam yang melenyapkan tetap dituntut ganti rugi.
Berdasarkan segi pemanfaatannya, harta dibagi atas:
a. Harta Isti’mali
ما يتحقق الانتفاع باستعماله مرارا مع بقاء عينه
“Sesuatu yang dimanfaatkan dengan memakainya berulang-ulang kali dalam materi tetap berpelihara”
 ialah harta yang pemanfaatannya tidak menghabiskan benda tersebut. manfaatnya dapat diambil dan bendanya masih tetap utuh. (contoh; rumah, lahan pertanian, buku, dll)
b. Harta Istihlaki
مايكون الانتفاع به بخصائصه بحسب المعتاد لايتحقق الا باستهلاكه
“Sesuatu yang tak dapat diambil manfaat dan kegunaannya secara biasa, melainkan dengan menghabiskan”
Dimaksudkan dengan istihlaki, ialah “benda yang dengan sekali kita memakainya, habislah dia” (contoh makanan, sabun, korek api, dll). Harta yang seperti ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :harta istihlaki haqiqi dan istihlaki huquqi. Harta istihlaki haqiqi adalah harta yang sudah dimanfaatkan kegunaannya dan sudah jelas habis wujudnya. Dengan artian bahwa harta yang seperti ini dalam pemanfaatannya habis langsung dan tidak membekas.
Sedangkan istihlaki huquqi adalah harta yang habis ketika digunakan tetapi wujud dari baarang itu masih atau dengan kata lain hanya berpindah kepemilikan. seperti mata uang kertas. keluarnya mata uang dari tangan, untuk membayar hutang umpamanya, dipandang istihlak, dari segi hukum walaupun bendanya masih utuh.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.    Harta dalam bahasa Arab disebut al-amaal yang berasal dari kata مَالَ - يَمِيْلُ - مَ يْلاَ yang berarti condong, cenderung, dan miring.Harta menurut syariat: segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya).
Harta (mal) adalah nama bagi yang selain manusia, yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dilakukan dengan tasharruf dengan jalan ikhtiyar.
2.    Sebuah hal yang terpenting yang harus diketahui dalam penggunaan harta adalah keduduakan harta, karena dalam hal ini sangat penting sekali agar nantinya tidak terjadi sebuah salah dalam penggunaan harta. Karena harta sangat berperan sekali dalam kehidupan manusia, hal itu terbukti bahwa dizaman yang sangat multikultural ini sebuah harta mempunyai kedudukan yang sangat tinggi didalam interaksi dalam kehidupan.

B.   Saran
Kami mohon maaf atas segala kekurangan makalah ini, karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Maka dari itu agar sempurnanya makalah ini, kami mohon kritik dan saran. Atas kritik dan sarannya, kami mengucapkan terima kasih.
Banyak kekurangan dari makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan, tenaga dan lainnya yang ada pada diri kami. Karena kekurangan itulah, kami mohon kritik dan saran baik dari dosen, teman-teman, dll. 
DAFTAR PUSTAKA


Ø  Hendi Suhendi, FiqhMuamalah, Raja Grafindo: Jakarta, 2002
Ø  M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Logung Pustaka: Yogyakarta, 2009
Ø  Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, Teras: Yogyakarta, 2011